“Salah satu bentuk yang kelihatan adalah dalam bentuk platform yang dipakai, yaitu baju yang kita pakai. Sekarang kan orang suka pakai batik, jadi kami membuat sebuah batik yang mewakili maksud atau tujuan kami. Bimantara itu artinya jiwa yang hebat. Saya ambil dari bahasa Sansekerta,” ujarnya.
Sementara itu, motif batik kedua yakni Abhipraya. Berbeda dengan motif Bimantara yang hanya berfokus pada legenda yang ada di Gunung Kemukus, Abhipraya menampung semua kekhasan dari Kabupaten Sragen.
“Kalau ini Abhipraya yang punya arti harapan. Ini sebenarnya bukan asli Gunung Kemukus ya, tetapi seluruh wilayah yang ada di Sragen. Jadi Gunung Kemukus hanya salah satu yang syarat makna bahwa di sana itu lambang kesuburan, lambang kemakmuran,” tuturnya.
“Gunung Kemukus dilambangkan dengan kesuburan itu padi-padian, kemudian ini adalah aliran air yang kemudian menuju ke Waduk Kedung Ombo. Aliran air ini yang kemudian dinaungi sebagai naungan ekosistem alamnya di sana, sehingga dengan indahnya bunga, kesuburan tanah, kemudian penjagaan ekosistem nanti diharapkan bisa memberikan harapan sebagai Sragen yang hebat, Sragen yang berdasarkan heritage, ecology, batik, agriculture, kemudian tourism-nya,” kata profesor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS ini.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini batik dengan motif tersebut sudah banyak yang pesan. Pemesan ada pula yang berasal dari luar Sragen. Meskipun demikian, saat ada pesanan, dirinya akan Unit Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Sragen untuk membuatnya, sehingga masyarakat Sragen bisa lebih produktif dan berdaya.
Saat ini, kedua motif batik sudah tercatat di Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) milik Prof Izza dan tim. Dengan demikian, kedua motif tersebut sudah menjadi kuasa penuh dari pemilik HAKI.
Editor : Ary Wahyu Wibowo
Artikel Terkait