Tradisi Kawin Ampyang, Pembauran Etnis Jawa dan Tionghoa di Kampung Pecinan Solo
SOLO, iNews.id - Tradisi pembauran antara etnis Jawa dan Tionghoa di Kota Solo, Jawa Tengah sudah terjadi bertahun-tahun. Salah satunya di kawasan Kampung Balong, Kelurahan Sudiroprajan, Solo.
Kawasan kampung yang berderet dengan rumah yang berimpitan satu sama lain. Selain digunakan untuk rumah tinggal juga digunakan sebagai tempat usaha. Di kawasan inilah muncul istilah 'kawin ampyang'.
Kawasan Balong yang sebagai salah satu kawasan pecinan, sejak puluhan tahun lalu hidup berdampingan dengan aman dan damai. Bahkan sejak jaman lampau sudah banyak warga yang melakukan kawin campur.
Salah satu tokoh Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) Sumartono Hadinoto mengatakan mereka sudah berinteraksi membentuk keluarga baru dari dua suku yang berbeda sejak puluhan tahun lalu.
"Kawasan itu banyak keluarga multi ernis, multi budaya, juga agama," katanya. Tradisi perkawinan antar etnis di Solo ini biasa disebut 'kawin ampyang'.
Hampir semua warga melakukan kawin ampyang dan bukan suatu hal aneh lagi. Istilah kawin ampyang ini, lanjut Sumartono diibaratkan ampyang yang terbuat dari gula merah dan kacang tanah.
Filosofinya gula mentah adalah masyarakat Jawa dan kacangnya diibaratkan warga Tionghoa "Itu sudah biasa. Sudah ada sejak dulu, dan sampai sekarang tidak ada masalah," ujar Sumartono.
Menurut dia, dalam pernikahan itu kunci utamanya adalah cinta. Orang menikah pastinya ada sesuatu yang mendukung untuk hidup bersama.
Editor: Ahmad Antoni