Tradisi Kawin Ampyang, Pembauran Etnis Jawa dan Tionghoa di Kampung Pecinan Solo
"Pasangan akan saling mengisi dengan segala perbedaannya. Ya ibaratnya campuran gula dan kacang menghasilkan rasa yang gurih dan manis, sama keberagaman. Perbedaan rasa itu indah jika kita bisa menyikapinya dengan benar,” ujarnya.
Seperti pernikahan antar etnis di Balong yang akhirnya melahirkan generasi baru yang sudah berdarah campuran. Maka tak heran di kawasan kampung Balong kebanyakan sudah berdarah campuran. Berkulit kuning coklat dan bermata sipit.
Suara Azan dan bau harum dupa di kawasan Balong adalah pemandang yang biasa dan sudah bersinergi dalam keseharian warga Balong. Ada suara orang mengaji, ada juga yang bersembahyang di kelenteng. Semuanya hidup berdampingan tidak pernah menjadi konflik antar tetangga.
Dia mengungkapkan, saat ini dengan adanya kemajuan teknologi bukan hanya kawin ampyang saja yang bisa terjadi. Kemajuan teknologi akan menjadi dorongan untuk masyarakat dalam mencari jodoh dalam satu suku dalam satu negara.
"Adanya kemajuan teknologi seperti perkembangan media sosial yang memungkinkan masyarakat bisa berinteraksi dengan masyarakat dalam belahan dunia lain. Sehingga perkawinan tidak terbatas beda suku dalam satu negara. Namun ke depannya bisa saja terjadi antar negara," jelasnya lagi.
Dia mencontohkan keluarganya sendiri juga banyak yang melakukan pernikahan beda suku bahkan beda kepercayaan. Namun semuanya baik-baik saja. Kuncinya adalah kasih dan juga toleransi dan menghormati keberagaman
Editor: Ahmad Antoni